Salah satu topik obrolan semalam, Jum'at, 27 September 2024, ba'da jama'ah shalat isya' di masjid At-Tanwir, kemudian dilanjutkan sembari ngopi bersama di Cafe Ummu Chadijah al-Junayd (Perum Arjuna View), sakjane opo sih artine istilah Salaf, Salafi dan Salafiyah, iku? Sambil menikmati seduhan kopi khas Cafe Ummu Chadijah, obrolan ringan tapi sebenarnya berat. Ringan karena dibahas di warung kopi oleh beberapa insan cendekia, bukan di forum-forum formal, berat karena memang topik yang dibahas ada dan menjadi soal di sekitar kita. Persoalan kekinian, yang cenderung menyinggung soal ubudiyah, tapi sebenarnya sudah ada sejak lama. Ya, Salafi. Suatu kata yang bisa dikupas dari berbagai macam sudut pandang. Bisa dilihat dari segi kebahasaan, sejarahnya, corak, model dan manhaj ideologinya, bahkan bisa dikupas dari sisi politik identitasnya. Pun demikian, dalam persyarikatan Muhammadiyah, istilah ini juga tidak asing lagi. 'Dialog' Muhammadiyah dengan Salafi bisa
Manhaj Tarjih memuat seperangkat wawasan (semangat atau perspektif), sumber, pendekatan, dan prosedur-prosedur tekhnis (metode) tertentu yang menjadi pegangan dalam kegiatan ketarjihan (Syamsul Anwar, Manhaj Tarjih Muhammadiyah, 2018). Rumusan manhaj tarjih mengalami perkembangan dan penyempurnaan. Kaidah Majelis Tarjih hasil Kongres 1928 menjadi landasan pertama. Dalam dokumen “Boeah Congres 29 Muhammadijah” tahun 1940, memuat beberapa kaidah yang digunakan Majelis Tarjih untuk memahami sebuah hadits. Metode istimbath Majelis Tarjih mulanya mengacu pada rumusan " Al-Masailu Al-Khamsah", yang lahir tahun 1935. Pembahasan lebih menyeluruh pada Muktamar khusus Majelis Tarjih, 29 Desember 1954 sampai 03 Januari 1955, dan ditanfidzkan pada tahun 1964. Pada Muktamar khusus 1986 di Solo, tulis Asjmuni Abdurrahman dalam Manhaj Tarjih Muhammadiyah (2010) dirumuskan 16 pokok manhaj tarjih, sebagai berikut: Di dalam ber- istidlal , dasar utamanya adalah al-Qur’an dan